BUKU
DAN RAK MUNG'IL
Oleh: Muhamad Taufik
Kustiawan
23 Desember 2015 Ukm Dinamika Iain Surakarta meluncurkan
gagasan ide yang menarik agar mahasiswa senang dengan literasi. realisasi karya
ini tercapai dengan adanya rak-rak buku munggil disudut-sudut fakultas kampus
Iain Surakarta. Progam rak buku ini menjadi ikhtiar ukm dinamika untuk
menghidupkan kultur akademik membaca dikampus ujar Aziz Masruri selaku ketua
Ukm Dinamika. prosedur rak buku ini membaca ditempat yang tersedia, ataupun
drop one, take one agar mahasiswa dapat saling bertukar buku dengan media rak
mungil tersebut.
Berbuku menjadi salah
satu acuan untuk pengembangan intelektual dikampus. Ini mengingatkan saya
kepada kisah seorang demonstran kutu buku dalam film yang disutradarai Rini
Riza dan dibintangi Nicholas Saputra, Soe Hok Gie (2015) Soe yang selalu
kemana-mana gemar membawa dan membaca buku,dan juga Soe pernah menentang
pendapat gurunya yang ia anggap salah dalam penyampaian materi sejarah,
sehingga menimbulkan pergulatan intelektual antara guru dan murid. Pemberontakannya
itu dianggap salah dan dihukum dengan nilai ujiannya dikurangi oleh gurunya.
Pemberontakan seperti yang dilakukan Soe sekarang mungkin tidak akan kembali
kita temukan dikelas, mahasiswa dikelas hanya mendengarkan ceramah dari dosen,
ngantuk, ngobrol atau mungkin selfy, tidak ada bacaan buku yang didiskusikan
untuk melahirkan pemberontakan meskipun dosen sudah menyuruh membaca terkadang.
Arus globalisasi membuat mahasiswa serba pragmatis, media
massa menjadikan serba instan dalam membuat kultur akademis mahasiswa yang
menggunakannya sebagai untuk pengolahan sumber referensi tugas mata kuliah.
Buku menjadi multifungsi ketika hanya mahasiswa dihadapkan dengan tugas,
terpaksa membaca, terpaksa meminjam, bahkan sedikit sekali mahasiswa membeli. Kurangnya
pembacaan mahasiswa terhadap buku semakin menambah rendahnya minat baca
masyarakat indonesia. Koran online sindonews, (06/02/2016) mengungkapkan bahwa
bangsa indonesia mengalami krisis membaca, minat membaca masyarakat indonesia
hanya 0,049 %, ini menunjukan bahwa masyarakat indonesia sangat kurang
bercinta, berteman dengan buku.
Mengutip esay M. Fauzi Sukri dalam obrolan
dinamika (10/10/2015) mengutip puisi garapan Joko Punirbo berjudul Surat Malam
Untuk Paska, Membaca itu “memecahkan diri bersama kata menjadi tetes air hujan
tak terhingga banyaknya :
Masa kecil kau rayakan dengan membaca
Kepalamu
berambut kata-kata
Pernah
kau bertanya:”kenapa waktumu kausia-siakan dengan membaca?”
Kau jawab ringan :”karena aku ingin belajar membaca sebutir
kata yang memecahkan diri
Menjadi
tetes air hujan yang tak terhingga banyaknya.”
Kau
memang suka menyimak hujan ,
bahkan dalam kepalamu ada hujan yang merancau
sepanjang malam..
Sebetulnya
aku lebih senang kau tidur di tempat yang bersih dan tenang.
Tapi
kau lebih suka tidur diantara buku,
berkas-berkas
yang berantakan seakan mereka mau bicara:
“Bukan
kau yang membaca kami, tapi kami yang membaca kau.”
Kau
pun pulas. Seperti halaman buku yang luas.
Dalam
kepalamu ada air terjun, sungai deras ditengah hutan.
Aku
gelisah saja sepanjang malam
Mudah terganggu suara hujan.
Kejujuran
Rak muncil memposisikan dirinya terbuka dikhalayak umum,
dengan berisi buku-buku yang sudah sedikit disediakan menjadi bentuk rasa
kejujuran bersama. Saya mengamati secara empiris perkembangan buku dan kondisi
rak dalam sudut Fakultas, akan tetapi tinjauan saya menjadi negatif dan
berstigma buruk pada Fakultas Syariah.
Buku-buku yang
dihadirkan untuk mengajak mahasiswa gergulat dengan kata, bukan menambah banyak
seperti fakultas lain, melainkan hilang dari rumahnya (rak), bahkan rumahnya
pun menjadi multifungsi sebagai ganjal pintu Fakultas (bisa ditenggok di
Fakultas Syariah). usaha ini seharusnya diperhatikan oleh Rektor,dekan, dosen,
birokrat akademik dan mahasiswa fakultas untuk ikut andil dalam menumbuhkan
budaya literasi, bukan memposisikan diri untuk tidak bergulat dan bersifat
acuh. Kedengarannya memang hal kecil dan sepele bentuknya, bukan berarti kecil
pula manfaat dan harapan yang ada dalam dirinya.