Latifah Nur Fauzi
(Mahasiswa Bimbingan Konseling Islam/IAIN Surakarta)
Perpustakaan merupakan hal yang sangat fundamental dalam dunia
pendidikan. Karena perpustakaan identik dengan buku dan ilmu. Di perpustakaan seseorang dapat mencari referensi penemuan-penemuan para pendahulunya, melakukan riset-riset kecil dan observasi dan kemudian
memuatnya kembali dalam bentuk informasi baru yang berguna bagi dirinya dan
orang lain
Islam
memberi perhatian yang tinggi terhadap pendidikan dan kemuliaan buku sebagai
media pengetahuan,
hingga menjadi asas tumbuhnya perpustakaan dalam peradaban Islam. Tak hanya itu, buku tidak saja diperlakukan
semata-mata sebagai media, bahkan buku
mempunyai nilai-nilai moral yang melandasi perhatian yang diberikan
padanya. Perhatian ini mengaharuskan penyebaran meluas dan
pemeliharaan buku sebagai kegiatan yang mendukung ilmu pengetahuan dan
pendidikan
Dalam
peradaban
Islam sendiri, perpustakaan yang sangat terkenal adalah bait al-hikmah. Perpustakaan yang di dirikan oleh khalifah Harun
Ar-Rasyid, dan semakin berjaya ketika kekhalifahan
Al-Ma’mun. Pada masa itu perpustakaan
mirip dengan Universitas, daripada
sekedar taman bacaan . Orang-orang
datang tidak sekedar membaca, menulis, dan berdiskusi. Tetapi perpustakaan juga
sebagai tempat penerjemahan buku-buku,
seperti buku kedokteran filsafat, matematika, astronomi, kimia dan ilmu
alam. Dimasa selanjutnya
banyak para Ilmuwan Islam mampu mengembangkan dan melakukan inovasi dan
penemuannya sendiri.
Perpustakaan yang tidak hanya berisi koleksi tentang kajian permasalahan Islam
tersebut telah memiliki koleksi buku sekitar 400-500 buku juga termasuk buku
tentang peradaban Yunani, Persia, India
dan Cina.
Lalu, di Kairo terdapat dinasti Fatimiyyah yang membangun Dar al-Ilmi, kemudian keturunan bani
Umayyah di Cordova, Spanyol mendirikan perpustakaan dengan koleksi buku
sebanyak 400 jilid .
Namun
hal tersebut berbeda
dengan perpustakaan yang berada di
perguruan tinggi saat ini. Perpustakaan yang di bangun dengan lebih mengedepankan kenyamanan
fasilitas tanpa diimbangi koleksi buku yang lengkap. Beberapa
koleksi pun hanya terpaku buku di setiap prodi pada masing-masing
fakultas. Masalah ini akan semakin
memperburuk keadaan di kala jumlah mahasiswa yang begitu banyak tetapi jumlah koleksi
buku masih sedikit.
Seperti pembangunan perpustakaan yang di bangun oleh
salah satu perguruan tinggi yang menghabiskan biaya Rp 42,286 miliar. Perpustakaan dengan empat lantai ini
memiliki desain seperti buku. Perpustakaan yang di bangun untuk memberikan
pelayanan kepada mahasiswa tersebut terdiri dari lantai satu sebagai kantor, lantai dua dan tiga
sebagai perpustakaan dan lantai empat sebagai pengelola perpustakaan,gudang,
dan auditorium
Selain
itu perpustakaan sekarang hanya dijadikan sebagai tempat membaca, menulis dan
berdiskusi. Tanpa adanya riset-riset kecil dan obeservasi-observasi yang kemudian
memuatnya kembali menjadi sebuah inovasi untuk kemajuan pendidikan di negara
ini
Pada
masa ini masalah koleksi buku bukanlah menjadi suatu masalah yang besar bagi
perpustakaan di perguruan tinggi . Karena dalam hal ini pemerintah juga akan turut
mendukung pembaharuan perpustakaan,
seperti kata Ainun Na’im sebagai Sekertaris Jendral Kementrian Riset dan
Teknologi (Kemeristekdikti) bahwa perlu
transformasi perpustakaan di perguruan
tinggi, mengingat perpustakaan di
perguruan tinggi merupakan bagian integral dari kegiatan pendidikan dan
pengabdian dari masyarakat atau disebut sebagai tri dharma perguruan
tinggi. Selain itu perpustakaan juga berfungsi
sebagai pusat
sumber pembelajaran seluruh
aktifitas akademik dari perguruan tinggi
Sehingga
Kemerisetdikti harus mendukung sepenuhnya upaya integrasi dan sinergi koleksi
perpustakaan antar jaringan, perpustakaan
perguruan tinggi, perpustakaan
daerah dan perpustakaan
Nasional. Adanya sinergi dan
integrasi tersebut di nilai akan menghasilkan efisensi anggaran pengadaan
koleksi perpustakaan
Implikasinya
dalam anggaran dana tersebut dapat di gunakan untuk memperbaiki kualitas perpustakaan ,
terutama di perguruan tinggi yang tidak
hanya mengoleksi buku di setiap prodi dan fakultas masing-masing . Karena jika hal tersebut tetap di pertahankan maka akan
menimbulkan pola fikir mahasiswa yang
tidak dapat
kritis. Sebab mereka hanya hidup di
sebuah tempurung saja tanpa mau keluar dari tempurung tetsebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar