ADALAH UNIT KEGIATAN MAHASISWA (UKM) DI BIDANG PENELITIAN
Dies Natalis ke-XIX, Dinamika selenggarakan rangkaian acara....
LPM Dinamika IAIN Surakarta
Pada tahun ini UKM Dinamika kembali menggelar serangkaian acara untuk memeriahkan Dies Natalis ke-XIX. Dengan mengusung tema "Rejuvenasi Literasi Islam di Era Revolusi Industri 4.0" yang dikemas dalam acara talkshow kebangsaan, festival riset, obrolan sastra dan publikasi penelitian, srawung buku (bazar buku), dan tentunya malam puncak.
Pada tahun ini UKM Dinamika kembali menggelar serangkaian acara untuk memeriahkan Dies Natalis ke-XIX. Dengan mengusung tema "Rejuvenasi Literasi Islam di Era Revolusi Industri 4.0" yang dikemas dalam acara talkshow kebangsaan, festival riset, obrolan sastra dan publikasi penelitian, srawung buku (bazar buku), dan tentunya malam puncak.
Acara Pembuka |
Perpustakaan dan Kampus
LPM Dinamika IAIN Surakarta
Latifah Nur Fauzi
(Mahasiswa Bimbingan Konseling Islam/IAIN Surakarta)
Perpustakaan merupakan hal yang sangat fundamental dalam dunia
pendidikan. Karena perpustakaan identik dengan buku dan ilmu. Di perpustakaan seseorang dapat mencari referensi penemuan-penemuan para pendahulunya, melakukan riset-riset kecil dan observasi dan kemudian
memuatnya kembali dalam bentuk informasi baru yang berguna bagi dirinya dan
orang lain
Islam
memberi perhatian yang tinggi terhadap pendidikan dan kemuliaan buku sebagai
media pengetahuan,
hingga menjadi asas tumbuhnya perpustakaan dalam peradaban Islam. Tak hanya itu, buku tidak saja diperlakukan
semata-mata sebagai media, bahkan buku
mempunyai nilai-nilai moral yang melandasi perhatian yang diberikan
padanya. Perhatian ini mengaharuskan penyebaran meluas dan
pemeliharaan buku sebagai kegiatan yang mendukung ilmu pengetahuan dan
pendidikan
Dalam
peradaban
Islam sendiri, perpustakaan yang sangat terkenal adalah bait al-hikmah. Perpustakaan yang di dirikan oleh khalifah Harun
Ar-Rasyid, dan semakin berjaya ketika kekhalifahan
Al-Ma’mun. Pada masa itu perpustakaan
mirip dengan Universitas, daripada
sekedar taman bacaan . Orang-orang
datang tidak sekedar membaca, menulis, dan berdiskusi. Tetapi perpustakaan juga
sebagai tempat penerjemahan buku-buku,
seperti buku kedokteran filsafat, matematika, astronomi, kimia dan ilmu
alam. Dimasa selanjutnya
banyak para Ilmuwan Islam mampu mengembangkan dan melakukan inovasi dan
penemuannya sendiri.
Perpustakaan yang tidak hanya berisi koleksi tentang kajian permasalahan Islam
tersebut telah memiliki koleksi buku sekitar 400-500 buku juga termasuk buku
tentang peradaban Yunani, Persia, India
dan Cina.
Lalu, di Kairo terdapat dinasti Fatimiyyah yang membangun Dar al-Ilmi, kemudian keturunan bani
Umayyah di Cordova, Spanyol mendirikan perpustakaan dengan koleksi buku
sebanyak 400 jilid .
Namun
hal tersebut berbeda
dengan perpustakaan yang berada di
perguruan tinggi saat ini. Perpustakaan yang di bangun dengan lebih mengedepankan kenyamanan
fasilitas tanpa diimbangi koleksi buku yang lengkap. Beberapa
koleksi pun hanya terpaku buku di setiap prodi pada masing-masing
fakultas. Masalah ini akan semakin
memperburuk keadaan di kala jumlah mahasiswa yang begitu banyak tetapi jumlah koleksi
buku masih sedikit.
Seperti pembangunan perpustakaan yang di bangun oleh
salah satu perguruan tinggi yang menghabiskan biaya Rp 42,286 miliar. Perpustakaan dengan empat lantai ini
memiliki desain seperti buku. Perpustakaan yang di bangun untuk memberikan
pelayanan kepada mahasiswa tersebut terdiri dari lantai satu sebagai kantor, lantai dua dan tiga
sebagai perpustakaan dan lantai empat sebagai pengelola perpustakaan,gudang,
dan auditorium
Selain
itu perpustakaan sekarang hanya dijadikan sebagai tempat membaca, menulis dan
berdiskusi. Tanpa adanya riset-riset kecil dan obeservasi-observasi yang kemudian
memuatnya kembali menjadi sebuah inovasi untuk kemajuan pendidikan di negara
ini
Pada
masa ini masalah koleksi buku bukanlah menjadi suatu masalah yang besar bagi
perpustakaan di perguruan tinggi . Karena dalam hal ini pemerintah juga akan turut
mendukung pembaharuan perpustakaan,
seperti kata Ainun Na’im sebagai Sekertaris Jendral Kementrian Riset dan
Teknologi (Kemeristekdikti) bahwa perlu
transformasi perpustakaan di perguruan
tinggi, mengingat perpustakaan di
perguruan tinggi merupakan bagian integral dari kegiatan pendidikan dan
pengabdian dari masyarakat atau disebut sebagai tri dharma perguruan
tinggi. Selain itu perpustakaan juga berfungsi
sebagai pusat
sumber pembelajaran seluruh
aktifitas akademik dari perguruan tinggi
Sehingga
Kemerisetdikti harus mendukung sepenuhnya upaya integrasi dan sinergi koleksi
perpustakaan antar jaringan, perpustakaan
perguruan tinggi, perpustakaan
daerah dan perpustakaan
Nasional. Adanya sinergi dan
integrasi tersebut di nilai akan menghasilkan efisensi anggaran pengadaan
koleksi perpustakaan
Implikasinya
dalam anggaran dana tersebut dapat di gunakan untuk memperbaiki kualitas perpustakaan ,
terutama di perguruan tinggi yang tidak
hanya mengoleksi buku di setiap prodi dan fakultas masing-masing . Karena jika hal tersebut tetap di pertahankan maka akan
menimbulkan pola fikir mahasiswa yang
tidak dapat
kritis. Sebab mereka hanya hidup di
sebuah tempurung saja tanpa mau keluar dari tempurung tetsebut.
Sains Modern dalam Pandangan Islam
LPM Dinamika IAIN Surakarta
Latifah
Nur Fauzi
(Mahasiswa Bimbingan Konseling Islam/IAIN Surakarta)
Isu tentang sains Islam merupakan
perkembangan isu tentang Islam dan Sains yang
muncul sejak abad XVII terkait
dengan kontak Islam dan Barat
dalam keseluruhan dunia Islam. Pada saat itu, dunia Islam sedang terjangkit catching
up sydrom (sindrom pengejaran ketertinggalan)
Untuk
mengatasi hal tersebut upaya dari pemerintah Turki Usmani untuk memodernisasi diri
setelah mengalami berbagai kekalahan perang
melawan Eropa. Kegagalan menguasai Wina (1683 M) merupakan titik awal kekalahan
yg di ikuti kegagalan dalam mempertahankan kawasan Eropa Timur, sehingga wilayah tersebut lepas
ke tangan bangsa Eropa. Melalui perjanjian Carlowits (1699 M) Hungaria pindah kekuasaan ke Austria, Polandia dan
Avoz ke Rusia. Pemerintah Turki Usmani berkesimpulan bahwa faktor penyebab
rangkaian kekalahan tersebut adalah ketertinggalan teknologi militer dari
bangsa Eropa. Satu-satunya jalan adalah dengan mengejar ketertinggalan yg di
lakukan dengan mengirim duta untuk melihat dari dekat sejauh mana kemajuan Eropa
kala itu. Sultan Ahmad III
(1703-1730M ) mulai mengadakan pembaharuan di Turki dengan mengadopsi sains dan
teknologi Barat.
Ini di lakukan dengan
mengirim orang ke Barat dan mengundang orang Barat khususnya untuk mengajar
strategi dan penggunaan peralatan moderen. Dilanjutkan
dengan mempelajari dan menyebarkan sains Barat melalui penerjemahan. Usaha lain
juga di lakukan oleh Mohammad Ali Pasya di Mesir pasca peninggalan Napoleon yg
mendirikan laboratorium di Mesir menjadi tonggak modernisasi di Mesir.
Dalam
perkembangannya, adopsi sains dan teknologi berkutat dalam ilmu-ilmu alam merambah ke ilmu
lain sebagai dampak dari penerjemahan buku-buku Barat dan pengiriman pelajar ke Barat.
Pemikiran politik ketatanegaraan, filsafat, sastra dan lainnya juga turut
mempengaruhi masyrakat Islam.
Pengaruh tersebut sangat nyata di Turki, antara lain masuknya unsur hukum-hukum
Barat khusunya Perancis, perubahan struktur pemerintah dengan pembatasan wewenang
Syeikh hanya pada hukum Islam.
Selain itu di Mesir juga marak pemikiran Barat sejak al-Tahtawi hingga Abduh.
Mengejar ketertinggalan dalam bidang sains dan teknologi merupakan upaya
membangun kembali kejayaan peradaban Islam. Corak modernisasi semacam ini menyiratkan
bahwa sains dan teknologi tidak mepengaruhi keyakinan
keagaman. Sains dan teknologi adalah alat yang
netral dan dapat digunakan oleh siapa saja sekalipun berbeda agama dan budaya.
Pandangan ini ditegaskan oleh banyak pemikir yg dapat di golongkan pada kelompok
instrumentalis. Selain itu terdapat
sekelompok ilmuwan tidak sekedar mendukung upaya aposisi dan adopsi sains
Barat, karena tidak di temukan pertentangannya dengan Islam, bahkan mereka
lebih jauh berupaya menunjukkan keselarasan Al-quran dengan sains modern.
Berbagai temuan sains modern di tunjukkan dalam
ayat-ayat Al-quran yg terkait
sehingga dapat membuktikan bahwa temuan itu selaras dengan pernyataan Al-quran. Hal tersebut membuktikan kebenaran Al-quran secara
ilmiah. Hal tersebut dianggap
sebagai salah satu kemukjizatan Al-quran,
karena telah berbicara tentang kebenaran ilmiah sebelum sains modern
membicarakannya. Bahkan muncul konferensi internasional
tentang kemukjizatan Al-quran dan hadis pada
18 Oktober 1997 oleh Internatonal Islamic University Islamabad dan Hay'at al-I'jaz
al-'Ilmi fi al-Qur'an wa al-Sunnah di Mekkah. Semua bahasannya berkisar pada bagian-bagian
tertentu dari Al-quran dan hadis melalui temuan ilmiah sebagai pembuktian
kebenarannya. Keterbuktian ilmiah tersebut dapat mendongkrak rasa percaya diri
umat Islam dalam ketertinggalannya dari Barat dalam bidang sains.
Sains
dan Islam
Dalam
hubungannya, aspek sains secara lebih
fundamental oleh para pemikir
sains islam yang
lebih dikenal dengan proyek islamisasi
sains, atau yang
di sebutkan oleh Muzaffar Iqbal sebagai 'jaringan baru' (new nexus).
Mereka tidak hanya melihat sains sekedar instrumen yang netral karena
menekankan pada sisi temuan, juga tidak menekankan pada temuannya untuk membuktikan kebenaran wahyu. Mereka melihat
sains secara lebih menyeluruh bahkan menyentuh aspek-aspek fundamentalnya, tokoh-tokoh tersebut seperti
Syed Muad Nauqid Al-Attas (1931), Ismail R. al-Faruqi (1921 - 1986),
Zainuddin Sardar (1951). Para pemikir
ini tidak melihat sains hanya sebagai kumpulan teori atu temuan yg di terapkan
dalam teknologi beserta metode khasnya. Mereka juga tidak melihat sains Barat
sepenuhnya jelek sehingga harus di tolak.
Sama seperti pemikir sains Islam lainnya,
Al-Faruqi menilai sains Barat bukan sekedar instrumen yg netral. Karena
persoalan dan pengalaman sejarah yg berbeda dunia Islam dan Barat cenderung
memperlihatkan orientasi yg berbeda. Persoalan ketertinggalan dalam bidang sains
dan pandangan terhadap kebudayaan
Barat yg masih mewarisi mental abad tengah memberikan dominasi wacana agama dan sains
dalam dunia Islam. Selain itu tujuan untuk kemajuan Islam tersebut disisi lain memperlihatkan
perbedaan orientasi wacana di Barat
Selain itu umat Islam juga berhadapan
dengan persoalan teologis, mengingat
sains datang dari budaya
Barat yang selama ini di anggap
sebagai kafir atau bahkan musuh. Maka berbagai wacana yg muncul dalam relasi
Islam dan sains dapat di katakan sebagai proses dari bagian "apropriasi". Meminjam
istilah A.I Saban, sebagai proses aktif asimilasi dan integrasi warisan suatu
budaya ke dalam matriks hidup budaya umat Islam
klasik ketika mengambil warisan khazanah Yunani. Inilah yg terjadi dalam dunia Islam sebagai
sebuah dinamika percarian formulasi yg tepat dalam agama dan sains
Agama dan Fanatisme
LPM Dinamika IAIN Surakarta
Latipa Nur Fauzi
(Mahasiswa Bimbingan Konseling Islam)
Sejatinya
sejarah agama-agama sering diwarnai oleh realitas yang paradoksal, karena di
satu sisi agama menganjurkan perdaiman, tetapi disisi lain, menyerukan
peperangan dan kekerasan, dan di sisi lain mengajarkan tentang nilai-nilai
kemanusiaan, namun disisi lain juga mencapakkannya memulai serangkian perang
dan kekerasan. Seperti Perang Salib, Perang Agama pada abad 16 dan 17. Belum
lagi konflik yang berujung pada perang dan kekerasan yang di lakukan oleh
kelompok-kelompok di antara umat beragama yang sama
Di
dalam Islam sendiri sudah banyak lembaran sejarah yang di warnai dengan
peperangan dan kekerasan. Di mulai pada masa Khalifah Rasyidin pada masa kepemimpinan Umar bin Khattab,
Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib. Mereka semua di bunuh secara tragis di
kalangan umat Muslim yang seharusnya menyebarkan pesan-pesan perdamaian. Selain
itu konflik internal di antara umat Muslim sendiri sering berujung pada
pertumpahan darah dan kekerasan di antara sesamanya, seperti pada perang
Shiffin dan Perang Jamal. Aksi kekerasan juga terjadi pada kejayaan Islam di
masa Bani Abbasiyah. Negara melalui lembaga inkuisisi (mihnah) paling
bertanggungjawab atas pertumpahan darah di Abbasiyah. Mihnah merupakan
lembaga bentukan Negara untuk menertibkan pemikiran keagamaan yang tidak sesuai
dengan penguasa. Eksisitansi Mihnah ini meruapakan bentuk Negara untuk
melakukan penyeragaman pemikiran keagamaan di kalangan umat Muslim. Dengan
adanya lembaga tersebut pemikiran keagamaan tidak di izinkan untuk berbeda atau keluar dari mazhab resmi Negara. Korban
dari pembentukan Mihnah ini adalah Imama Ahmad bin Hambal yang tetap
pada pendiriannya yang beraliran Sunni. Munculnya konflik tersebut adalah soal
doktrin kemahlukkan Al-quran. Dalam hal ini Imam Ahmad meyakini bahwa Al-quran
bukanlah makhluk. Sebaliknya Negara meyakini bahwa Al-quran adalah mahluk
Jatuhnya
korban di kalangan internal umat Islam tidak hanya terjadi pada masa awal
Islam, bahkan di masa modern saat ini semakin banyak terjadi konflik yang
melibatkan umat Muslim di seluruh dunia. Konflik yang di dasari pada
idiologi-keagamaan yang melanda dunia Islam, terutama di kawasan Timur-Tengah.
Hingga kini daerah tersebut masih membara, di liputi konflik dan pertumpahan
darah sesama umat Muslim. Singkat kata, tiada hari tanpa kekerasan di
Timur-Tengah. Selain itu juga ada konflik internal antara golongan Sy’iah dan
Sunni yang di mulai sejak awal penyebaran Islam di luar Jazirah Arab. Hingga
saat ini peta peradaban Islam bahkan
terbelah kedalam kubu Sy’iah dan Sunni. Kekerasan dan peperangan menjadi
penyelesaian masalah di kalangan internal umat Islam yang di reproduksi.
Tak hanya pada pada Islam, bahkan pada
agama lain juga tak jauh dari kekerasan dan bahkan berujung pada perang,
seperti konflik antara penganut Katolik dan Protestan di Eropa, antara Hindu
dan Islam di India, antara Budha dan Islam di Myanmar
Fanatisme
Di
era digital saat ini, banyak masyrakat yang sering mendapat suguhan tentang
berbagai berita, entah tentang ekonomi, politik, budaya, moral, bahkan berita
tentang kekerasan, baik kekerasan seperti memeberi label bid’ah, sesat, kafir,
dan penista agama kepada pihak lain, baik kekerasan fisik seperti pembakaran
tempat ibadah, pemukulan, dan pembunuhan dengan mengatasnamakan agama dan
Tuhan. Baik melibatkan orang-orang non-Muslim, orang Barat, dan orang-orang
Islam sendiri yang berbeda aliran, pemikiran, politik, idiologi. Mereka begitu
yakin saat melakukan kekerasan dengan mengatas namakan agama dan Tuhan, dan tak
merasa bersalah sedikitpun. Bahkan mereka yakin dengan tindakannya mendapatkan
dukungan dari Tuhan dengan surga sebagai imbalannya
Mereka
meligitimasi kekerasan itu dengan mengambil peristiwa peperangan yang di
lakukan oleh Nabi Muhammad Saw dan umat Islam melawan kaum Yahudi di Madinah,
dan melawan orang kafir di Makkah pada peristiwa pembebasan Makkah. Peperangan
yang bersifat sosiologis dan historis itu di jadikan landasan sebagai jihad
fi sabillilah dan kelak mereka akan masuk surga bagi yang mati syahid.
Mereka menggunakan Al-quran dan Hadis Nabi sebagai landasannya dengan memilih
ayat-ayat dan hadis tertentu yang bernada ‘keras’ seperti ayat tentang jihad,qital,
naqi mungkar. Mereka meyakini melakukan tindakan kekerasan dengan
mengatasnamakan agama dan Tuhan lebih di sebabkan oleh cara berfikir mereka
dalam menalar Islam dan nalar keisllaman yang mengidiologi. Jika cara nalar
Islam itu sendiri membantu mereka memahami Islam dengan benar, namun nalar
islam yang mengidiologi membuat mereka menyakininya sebagai satu-satunya cara
dalam memahami Islam yang paling benar. Nalar Islam yang mengidiologi itu pada
akhirnya di sakralkan itu membuat mereka semakin yakin akan
Seperti
kasus Nasr Hmid Abu Zaid di vonis murtad hanya karena mengkritik pemikiran Imam
al-Syafi’i dan fukaha negara di Mesir dengan karyanya naqd Khitab al-Dini(Nasr
Hamid Abu Zaid:2000). Gerakan Islam Ahmadiyah juga di sebut sesat karena
meyakini Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi selain Muhammad Saw, dan di tuduh
mempunyai kitab suci selain Al-quran. Warga NU yang menjadi simbol gerakan
Sunni yang biasa bertasawul kepada Nabi Muhammad Saw dan ulama saleh di tuduh
melakukan bid’ah, syirik, kafir (karena Nabi Muhammad Saw tidak pernah
melakukan tradisi tersebut), masyrakat Indonesia yang di tuduh sesat karena
menerima Pancasila sebagai Idiologi Bangsa, dan tidak mendirikan Negara Islam.
Dengan begitu, munculnya
Islam yang santun dan toleran di kalangan masyarakat diharapkan mampu menjadi counter
hadirnya sifat fanatis dalam beragama. Dikhawatirkan sifat fanatisme akan
mengarah pada Islam yang ekstrem dan radikal sampai munculnya kasus terorisme.
Wajah Literasi dalam Pendidikan
LPM Dinamika IAIN Surakarta
Latipa Nur Fauzi
(Mahasiswa Jurusan Bimbingan Konseling Islam)
"Dalam sebuah Instusi di Connecticut Indonesia
menepati ranking 60 dalam World's Most Literate Nations Ranked, Dari 61
negara"
Wah,
peringkat yang mengerikan bukan. Kita lihat negara tetangga kita, yakni
Malaysia berada di
peringkat 59. Bukan
hanya dalam bidang membaca. Indonesia juga rendah dalam bidang sains, dan
matematika. Dimana Indonesia menepati urutan ke 2 dari bawah dengan perolehan
nilai 382. Sedangkan matematika juga tak ada bedanya, dalam bidang sains dengan skor
368.
Melihat
peringkat tersebut, miris bukan? Dimana masa penjajahan kolonial yang menjadi dalang, di balik
rendahnya minat baca di Indonesia. Ataupun pada rezim orde baru, yang tidak
mementingkan pelajaran humaniora, terutama sastra.
Namun masalah ini juga ditandai
dengan munculnya revolusi digital, yang dimulai dengan munculnya internet,
ponsel dan sosial media, dimana kebiasaan membaca buku teralihkan dengan
kegiatan bersosial-media.
Selain
itu angka buta huruf di Indonesia, juga masih tinggi. Meskipun teknologi dan informasi yang
pesat seperti sekarang. Tidak dapat menyingkirkan fakta bahwa jutaan penduduk
Indonesia masih terdapat
yang buta huruf.
Bedasarkan
pusat data dan statistik Kemendikbud tahun 2015, angka buta huruf di Indonesia
mencapai 5.984.184.
Ini tersebar di enam provinsi meliputi, Jawa Timur dengan jumlah 1.258.184,
Jawa Barat dengan Jumlah 604.683, Jawa Tengah dengan Jumlah 943.683 orang,
Papua dengan jumlah 584.441 orang, Sulawesi selatan dengan angka 375.221 orang,
Nusa Tenggara Barat 315.258 orang (Tirto.id).
Data
tersebut cukup memprihatinkan. Literasi tampaknya belum sepenuhnya di peluk
sebagai suatu budaya yang beriringan dengan kehidupan sehari-hari. Fenomena ini
juga bisa dilihat dalam lingkungan sekitar. Kebiasaan seperti membaca buku
ditempat umum masih langka di jumpai
Memulai
untuk menjadi pembaca tak perlu menjadi The good reader dimana para Sherlock Holmes, yang membaca, membuat
observasi, membaca simbol dengan teliti dan menikmari tautan dan kaitan setiap
simbol pada kajian. Namun
kita bisa memulainya menjadi The bad reader seperti Dr. Watson, yang
membaca sebuah peristiwa dari permukaan, dan menceritakan kembali apa yang
terlihat kasat mata.
Kurangnya
minat dalam membaca buku, membuat daya kritis untuk diskursus dan berdiskusi
menurun drastis, karena teralihkan dengan tradisi sosial media dan media online
yang serba lekas, terburu-buru dan tidak menghargai kemampuan bertanya dan
menganalisa. Sehingga informasi seperti fake news atau berita bohong di
terima dengan mudah.
Pemerintah
perlu membuat formulasi yang lebih mutakhir untuk menumbuhkan literasi jangka
panjang. Pembangunan negara tidak melulu berfokus kepada aspek fisiknya, melainkan
beriringan dengan pembangunan wawasan serta
segenap sumber daya manusia. Selayaknya para pemikir dan pendiri bangsa yang berhasil
memerdekakan pikirannya
terlebih dahulu.
Menggerakan Politik Mahasiswa
LPM Dinamika IAIN Surakarta
Muzaiyanah
(Mahasiswa Jurusan Hukum Keluarga Islam /IAIN Surakarta)
Lahirnya gerakan mahasiswa tidak lepas dari perpolitikan bangsa
Indonesia. Dalam hal ini sejarah gerakan mahasiswa sesuai dengan konteks
perkembangan zaman. Artinya gerakan ini benar-benar mengarah dan bersandar pada
problem-problem serta kebutuhan masyarakat.
Tindakan politik merupakan cermin dari bagian mahasiswa Indonesia
dalam memahami masyarakatnya. Agar kebutuhan rakyat dapat terpenuhi serta
pencapaian nilai- nilai pada ideologi.
Kita bisa melacak gerakan mahasiswa sebagai pemuda dalam buku Yozar
Anwar berjudul Pergolakan Mahasiswa Abad 20, gerakan tersebut antara lain Boedi
Oetomo, Sumpah Pemuda, gerakan memperjuangkan kemerdekaan hingga Proklamasi RI
serta gerakan Reformasi 1998. Sebuah bukti nyata dari seorang pemuda untuk
menjadikan politik ke arah lebih baik.
Cikal bakal didirikannya Budi Utomo tahun 1908, berawal dari
keinginan dr Wahidin Sudirohusodo mendirikan yayasan beasiswa (studiesfonds),
ide awal gagasan ini adalah untuk memajukan pengajaran dan pendidikan para
pemuda Indonesia agar dapat melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih
tinggi. Keinginan dr.Wahidin tersebut disampaikan kepada mahasiswa STOVIA
(Sekolah dokter pribumi) di Jakarta, sehingga didirikanlah organisasi Budi
Utomo sebagai ketua Sutomo.
Sejak tahun 1945 hingga 1966, mahasiswa mampu bangkit karena
melihat kondisi negara yang sedang menghadapi ke goncangan sistem politik
nasional. Ditambah dengan kondisi kemiskinan yang merajalela di perkotaan
maupun di pedesaan, serta rusaknya sarana dan prasarana.
Alhasil gerakan mahasiswa intra kampus, selama periode ini menjadi
dependen, ekslusif, dan cenderung pragmatik (orientasi pada ke
ilmuwan dan hal-hal yang lebih jelas lagi). Mahasiswa saat itu digiring menjadi
apolitis. Mereka adalah mahasiswa dengan IPK tinggi dan menguasai keilmuannya
namun tidak cukup kuat memiliki interelasi dengan akar rumput, gagap menghadapi
dinamika sosial, serta kurang mau
mengambil resiko.
Gerakan mahasiswa era depolitisasi kampus dalam masa orde
baru, dimana mahasiswa dikembalikan pada
habitat aslinya yakni sebagai penggagas ilmu pengetahuan. Sehingga kampus
sebagai tempat berijtihadnya kader-kader intelektual. Dalam hal ini adanya
organisasi mahasiswa adalah bagian dari integral guna mewujudkan visi perguruan
tinggi, yakni meningkatkan nalar kritis
mahasiswa.
Dapat kita ulas gerakan mahasiswa tahun 1998 dalam novel Andromeda
yang ditulis oleh Nisa'ul Kamila Chisni (2008). Pada masa Orde Baru yang
represif dan tidak demokratis ini banyak terjadi demonstrasi baik yang
dipelopori dari mahasiswa maupun rakyat sipil.
Demonstrasi ini demi
menggulingkan rezim orde baru yang acap kali mengintimidasi dan menindas
siapapun yang menghalangi keterwujudan absolusitas kekuasaan sang pemimpin. Tak
terhitung berapa banyak aktivis yang tiba-tiba menghilang. Penculikan para
penghambat kekuasaan rezim orde baru kerap terjadi. Mulut-mulut kritis di
bungkam, tulisan-tulisan cerdas dihanguskan, orang-orang berhati nurani
disingkirkan, sejarah pun diputar balikkan demi kekuasaan mutlak seumur hidup.
Di era orde baru, kaum tionghoa memang mendapatkan perlakuan
diskriminatif. Mereka diberi tanda khusus pada KTP, dipersulit mengurus paspor,
SIM dan lainnya. Mereka juga tidak diperbolehkan memasuki arena politik dan
didiskriminasi dalam hal militer dan pegawai negeri sipil. Bahkan perayaan Hari
Raya mereka pun dilarang.
Pada 12 Mei 1998 terjadi chaos berskala nasional. Mahasiswa
di hadapkan dengan beberapa aparat dan juga militer. Di pertengahan aksi
terjadi sebuah kerusuhan. Barisan demonstran terpecah menjadi dua bagian dan
tengahnya terisi pasukan berseragam loreng dengan berkendara motor. Tiap motor
di tunggangi oleh dua tentara, satu menyetir dan lainnya dalam posisi berdiri
memegang senjata bak di medan perang. Di sore yang berhujan ini suasana menjadi
panas. Terdengar tembakan-tembakan yang diarahkan pada mahasiswa. Aparat
kepolisian mengamuk, mereka juga mengejar mahasiswa dengan senapan teracung.
Mahasiswa dibunuh, ditendang hingga berdarah-darah.
Menjadi mahasiswa selayaknya sadar akan peran dan tangung jawab. Ketika
era reformasi kaum intelektual dibunuh, tidak adanya ruang membaca serta
diskusi. Sekarang sudah banyak buku, ada perpustakaan. Sehingga mahasiswa
sebagai agent of change, semestinya mampu menggerakan perpolitikan
bangsa sebagai rasa tanggung jawab kemanusiaan. Karena rakyat tidak sekedar
membutuhkan IPK, tetapi butuh gerakan
nyata.
Pemaknaan Kata "Hijrah" di Kalangan Milenial
LPM Dinamika IAIN Surakarta
Latipa Nur Fauzi
IAIN Surakarta
Makna
hijrah yang telah dibawa oleh Nabi Muhammad adalah membawa dari yang buruk
menjadi lebih baik. Dari fanatisme sempit kepada dialog. Dari pelaku
diskrimitatif menuju keadilan. Dari kekerasan menuju kedamaian. Dari mudah
marah menuju pengendalian diri dan sabar. Hijrah adalah proyek trasformasi
sosial untuk mengubah watak Makkah yang suka menindas dan anti kritik, menjadi
watak yang egaliter, santun dan terbuka pada kritik
Najib
Kailani dari UIN Sunan Kalijaga, menyatakan bahwa istilah hijrah muncul sejak
tahun 1990-an, saat kajian komunitas di kampus-kampus yang mengadakan liqo dan
halaqah. Usai kejatuhan Soeharto, pasarlah yang bermain sehingga perlu
diperluas ruang pemasarannya
Namun
beberapa tahun terakhir fenomena hijrah menjadi wacana yang cukup hangat untuk
diperbincangkan. Fenomena hijrah berkembang pesat dikalangan milenial
perkotaan. Gema hijrah terus disuarakan diberbagai media sosial, seperti
facebook, twitter, insagram, youtube dan lain sebagainya. Baik oleh kalangan
netizen maupun ustadz-ustadz seleb, seperti Felix Siau, Hanan Attaki dan lain
sebagainya. Dengan wacana-wavana syar’i lainnya, seperti nikah muda, ta’aruf
Istilah
hijrah dalam Islam didasarkan pada peristiwa hijrah-nya (pindah) Rasullulah
dari Makkah menuju Madinah. Dalam hal ini, hijrah tidak hanya di maknai
berpindah secara fisik dari satu keaadan, kekeadaan lain. Singkatnya hijrah
menandai momentum perpindahan dari perubahan dalam diri seseorang dari
keburukan menuju kebaikan. Akan tetapi, ada pemaknaan yang khas dalam konteks fenomena
hijrah, yang berkembang dikalangan milenial perkotaan saat ini, yakni penekanan
makna hijrah pada aspek eksistensialny, bukan pada aspek subtansialnya
Bagi
kaum perempuan hijrah akan senantiasa dikaitkan dengan perubahan cara berbusana
yang lebih islami. Tatacara berbusana yang islami merujuk kepada cara
berpakaian seorang muslimah yang menutup aurat. Oleh karena itu wacana hijrah
bagi perempuan tidak bisa dilepaskan dari seputar penggunaan jilbab yang besar,
cadar, dan busana-busana muslimah seperti gamis.
Tidak
jauh berbeda dengan kaum perempuan. Tata cara berbusana juga juga menjadi
perhatian bagi kaum laki-laki. Biasanya pada cela yang digunakan, dalam
menggunakan celana laki-laki dilarang untuk isybal (celana yang
panjangnya melebihi mata kaki) karena wujud dari kesombongan (Republika.com).
Selain itu kaum laki-laki juga dianjurkan untuk memanjangkan jenggot, dan
mencukur kumis sebagai perwujutan dari sunah rasul.
Perubahan
berikutnya yaitu penggunaan istilah-istilah kata yang diambil dari Bahasa Arab.
Beberapa kata yang sering di gunakan adalah “ukhti” untuk menyebut
saudara perempuan, “akhi” untuk menyebut saudara laki-laki, “ana”
untuk menyebut saya atau aku, “anta/antum” untuk menyebut kamu atau kalian,
“na’am/la” untuk menyatakan iya atau tidak. Akhirnya generasi milenial
tidak hanya memindahkan gaya hidup yang sekarang, yang diyakini jauh lebih baik
dan islami. Tetapi juga bagian dari fenomena sosial untuk memperkuat identitas
sebagai generasi hitz zaman now versi syar’i.
Fakta-fakta
di atas merupakan tahap yang diyakini dalam berhijrah. Tetap saja hal tersebut
menunjukkan adanya bentuk narsisme atau keyakinan untuk diakui, dalam hal ini
terjadi pergeseran nilai dalam menjalankan perintah keagamaan yang bernilai
etis-ideologis menjadi estetis-eksistesialis
Pemaknaan
kata hijrah di atas, terkadang menimbulkan
kerenggangan hubungan sosial dengan teman lama yang belum berhijrah. Hal
ini dikarenakan pola berpikir hijrah yang menekankan pada aspek eksistensial.
Serta cenderung membuat dikotomi antara “aku yang sudah berhijrah” dan “mereka
yang belum berhijrah”. Akan lebih ekstrim lagi jika mereka yang tidak
mengenakan atribut seperti kita yang telah berhijrah, dengan menyebutnya kafir.
Oleh
karena itu makna hijrah, harus dikembalikan pada asalnya. Bahkan hijrah bukan
hanya terbatas pada aspek eksistensinya saja. Tetapi hijrah harus mampu
menembus batas-batas fisik, karena hijrah bukan hanya persoalan sudah bercadar
atau tidak, hijrah bukan persoalan seberapa besar kerudungmu. Seberapa
cingkrang celanamu, juga bukan seberapa panjang jenggotmu. Hijrah itu
tentang bagaimana kita memperbaiki hubungan kita kepada Allah, kepada manusia
dan kepada alam sekitar.
Menahan budaya Konsumerisme bulan Ramadhan
LPM Dinamika IAIN Surakarta
Rizky Rachmawan
(Mahasiswa Jurusan Hukum
Pidana Islam/IAIN Surakarta)
Alhamdulilah memasuki hari ke 3
ramadhan kita masih di berikan kesehatan serta nikmat sempat menjalankannya. Sehingga kita Insyaallah terus
meningkatkan keimanan serta menumbuhkan ketakwaan dalam diri. Ahamdulilah meskipun cuaca
sedikit berubah-ubah namun masih sehat. Terimakasih kepada kedua orang tua,
karena selalu memberikan semangat untuk berbuat baik, bermartabat serta
bermanfaat dalam bulan Ramadhan ini.
Berbagai godaan datang
dalam bulan yang suci (ramadhan). Pada dasarnya iman seseorang selalu di
benturkan, selalu di uji dengan keadaan sekitar. Mulai dari melihat orang lain
minum es cincau, es krim di panasnya terik matahari. Terasa begitu memikat,
tetapi lagi- lagi kita tidak boleh melakukan perbuatan tersebut. Karena makna dari puasa
adalah menahan diri, menahan dari segala sesuatu yang sifatnya duniawi, seperti
contohnya: begitu anggun seseorang wanita yang kita jumpai di mal-mal, tampak
begitu anggun, terasa ia lah makhluk sempurna, tetapi dia bukan istri kita
melainkan milik orang lain, maka dari itu seharusnya kita berpuasa untuk menghindarkan dari
perbuatan zina.
Ada sedikit cerita di salah satu kampus
agama islam di Surakarta. Dalam nuansa Ramadhan kali ini perkuliahan masih
berjalan lancar, masih berjalan seperti biasanya. Nampaknya semua
mahasiswanya menjalankan ibadah puasa dengan khusyuk di lingkungan kampus.
Jelas saja mereka sangat khusyuk, karena di dalam kampus seperti
kantin, warung tidak boleh buka pada pagi maupun siang hari.
Puasa baru beberapa hari
dan teman sejawat sudah ramai mengajak bukber (buka bersama). Sebenarnya
ajakan tersebut baik karena mengikat tali persaudaraan, tali silaturahmi. Namun juga
dapat menimbulkan pemborosan. Belum teman satu organisasi yang pasti akan melakukan
hal yang sama, di tambah lagi meningkat kan program kerja, sebenarnya niatnya baik
tetapi kurang sinkron dengan program kerja yang sebelumnya diajukan di SK.
Semoga awal puasa yang
kita lakukan semaksimal mungkin, dengan kita memperlakukan manusia seperti manusia,
banyak yang lupa cara memperlakukan manusia seperti manusia. Manusia sebagai makhluk sosial harus di
perlakukan sebaik mungkin untuk menjaga perasaanya.
Langganan:
Postingan (Atom)
UTAMA
LPM Dinamika IAIN Surakarta Berikut Finalis 10 Besar Call For Paper Dies Natalis ke-XIX UKM LPM Dinamika IAIN Surakarta Bagi ...
POPULER
-
PAKAIAN DAN MAHASISWA Oleh: Muhamad Taufik Kustiawan (Hukum Pidana Islam) Berbagai kemajuan teknologi dan perkembangan zaman yang ...
-
FESTIVAL ILMIAH MAHASISWA “Peran Mahasiswa dalam Membangun Budaya Multikultural” Ø LKTI MAHASISWA SE SOLO RAYA Ø PENELITIAN ...