Pemaknaan Kata "Hijrah" di Kalangan Milenial

LPM Dinamika IAIN Surakarta



Latipa Nur Fauzi 
IAIN Surakarta

Makna hijrah yang telah dibawa oleh Nabi Muhammad adalah membawa dari yang buruk menjadi lebih baik. Dari fanatisme sempit kepada dialog. Dari pelaku diskrimitatif menuju keadilan. Dari kekerasan menuju kedamaian. Dari mudah marah menuju pengendalian diri dan sabar. Hijrah adalah proyek trasformasi sosial untuk mengubah watak Makkah yang suka menindas dan anti kritik, menjadi watak yang egaliter, santun dan terbuka pada kritik
Najib Kailani dari UIN Sunan Kalijaga, menyatakan bahwa istilah hijrah muncul sejak tahun 1990-an, saat kajian komunitas di kampus-kampus yang mengadakan liqo dan halaqah. Usai kejatuhan Soeharto, pasarlah yang bermain sehingga perlu diperluas ruang pemasarannya
Namun beberapa tahun terakhir fenomena hijrah menjadi wacana yang cukup hangat untuk diperbincangkan. Fenomena hijrah berkembang pesat dikalangan milenial perkotaan. Gema hijrah terus disuarakan diberbagai media sosial, seperti facebook, twitter, insagram, youtube dan lain sebagainya. Baik oleh kalangan netizen maupun ustadz-ustadz seleb, seperti Felix Siau, Hanan Attaki dan lain sebagainya. Dengan wacana-wavana syar’i lainnya, seperti nikah muda, ta’aruf
Istilah hijrah dalam Islam didasarkan pada peristiwa hijrah-nya (pindah) Rasullulah dari Makkah menuju Madinah. Dalam hal ini, hijrah tidak hanya di maknai berpindah secara fisik dari satu keaadan, kekeadaan lain. Singkatnya hijrah menandai momentum perpindahan dari perubahan dalam diri seseorang dari keburukan menuju kebaikan. Akan tetapi, ada pemaknaan yang khas dalam konteks fenomena hijrah, yang berkembang dikalangan milenial perkotaan saat ini, yakni penekanan makna hijrah pada aspek eksistensialny, bukan pada aspek subtansialnya
Bagi kaum perempuan hijrah akan senantiasa dikaitkan dengan perubahan cara berbusana yang lebih islami. Tatacara berbusana yang islami merujuk kepada cara berpakaian seorang muslimah yang menutup aurat. Oleh karena itu wacana hijrah bagi perempuan tidak bisa dilepaskan dari seputar penggunaan jilbab yang besar, cadar, dan busana-busana muslimah seperti gamis.
Tidak jauh berbeda dengan kaum perempuan. Tata cara berbusana juga juga menjadi perhatian bagi kaum laki-laki. Biasanya pada cela yang digunakan, dalam menggunakan celana laki-laki dilarang untuk isybal (celana yang panjangnya melebihi mata kaki) karena wujud dari kesombongan (Republika.com). Selain itu kaum laki-laki juga dianjurkan untuk memanjangkan jenggot, dan mencukur kumis sebagai perwujutan dari sunah rasul.
Perubahan berikutnya yaitu penggunaan istilah-istilah kata yang diambil dari Bahasa Arab. Beberapa kata yang sering di gunakan adalah “ukhti” untuk menyebut saudara perempuan, “akhi” untuk menyebut saudara laki-laki, “ana” untuk menyebut saya atau aku, “anta/antum” untuk menyebut kamu atau kalian, “na’am/la” untuk menyatakan iya atau tidak. Akhirnya generasi milenial tidak hanya memindahkan gaya hidup yang sekarang, yang diyakini jauh lebih baik dan islami. Tetapi juga bagian dari fenomena sosial untuk memperkuat identitas sebagai generasi hitz zaman now versi syar’i.
Fakta-fakta di atas merupakan tahap yang diyakini dalam berhijrah. Tetap saja hal tersebut menunjukkan adanya bentuk narsisme atau keyakinan untuk diakui, dalam hal ini terjadi pergeseran nilai dalam menjalankan perintah keagamaan yang bernilai etis-ideologis menjadi estetis-eksistesialis
Pemaknaan kata hijrah di atas, terkadang menimbulkan  kerenggangan hubungan sosial dengan teman lama yang belum berhijrah. Hal ini dikarenakan pola berpikir hijrah yang menekankan pada aspek eksistensial. Serta cenderung membuat dikotomi antara “aku yang sudah berhijrah” dan “mereka yang belum berhijrah”. Akan lebih ekstrim lagi jika mereka yang tidak mengenakan atribut seperti kita yang telah berhijrah, dengan menyebutnya kafir.
Oleh karena itu makna hijrah, harus dikembalikan pada asalnya. Bahkan hijrah bukan hanya terbatas pada aspek eksistensinya saja. Tetapi hijrah harus mampu menembus batas-batas fisik, karena hijrah bukan hanya persoalan sudah bercadar atau tidak, hijrah bukan persoalan seberapa besar kerudungmu. Seberapa cingkrang celanamu, juga bukan seberapa panjang jenggotmu. Hijrah itu tentang bagaimana kita memperbaiki hubungan kita kepada Allah, kepada manusia dan kepada alam sekitar.

Komentar

POPULER

MAKNA PAKAIAN

Membuku