LPM Dinamika IAIN Surakarta

Berikut Finalis 10 Besar Call For Paper
Dies Natalis ke-XIX UKM LPM Dinamika IAIN Surakarta




Bagi Peserta Finalis, Presentasi CFP akan dilaksanakan 10 September 2019 di Graha IAIN Surakarta.

Selamat!!!... :-)

Dies Natalis ke-XIX, Dinamika selenggarakan rangkaian acara....

LPM Dinamika IAIN Surakarta

Pada tahun ini UKM Dinamika kembali menggelar serangkaian acara untuk memeriahkan Dies Natalis ke-XIX. Dengan mengusung tema "Rejuvenasi Literasi Islam di Era Revolusi Industri 4.0" yang dikemas dalam acara talkshow kebangsaan, festival riset, obrolan sastra dan publikasi penelitian, srawung buku (bazar buku), dan tentunya malam puncak.

Acara Pembuka



Perpustakaan dan Kampus

LPM Dinamika IAIN Surakarta


Latifah Nur Fauzi 

(Mahasiswa Bimbingan Konseling Islam/IAIN Surakarta)


 Perpustakaan merupakan hal yang sangat fundamental dalam dunia pendidikan. Karena perpustakaan identik dengan buku dan ilmu.  Di perpustakaan  seseorang dapat mencari referensi penemuan-penemuan para pendahulunya,  melakukan riset-riset kecil dan observasi dan kemudian memuatnya kembali dalam bentuk informasi baru yang berguna bagi dirinya dan orang lain
Islam memberi perhatian yang tinggi terhadap pendidikan dan kemuliaan buku sebagai media pengetahuan, hingga menjadi asas tumbuhnya perpustakaan dalam peradaban Islam.  Tak hanya itu, buku tidak saja diperlakukan semata-mata sebagai media,  bahkan buku mempunyai nilai-nilai moral yang melandasi perhatian yang diberikan padanya.  Perhatian  ini mengaharuskan penyebaran meluas dan pemeliharaan buku sebagai kegiatan yang mendukung ilmu pengetahuan dan pendidikan
Dalam peradaban Islam sendiri,  perpustakaan  yang sangat terkenal adalah bait al-hikmah.  Perpustakaan yang di dirikan oleh khalifah Harun Ar-Rasyid,  dan semakin berjaya ketika kekhalifahan Al-Ma’mun.  Pada masa itu perpustakaan mirip dengan Universitas,  daripada sekedar taman bacaan . Orang-orang datang tidak sekedar membaca, menulis, dan berdiskusi.  Tetapi perpustakaan  juga  sebagai tempat penerjemahan buku-buku,  seperti buku kedokteran filsafat, matematika, astronomi, kimia dan ilmu alam. Dimasa selanjutnya banyak para Ilmuwan Islam mampu mengembangkan dan melakukan inovasi dan penemuannya sendiri. Perpustakaan yang tidak hanya berisi koleksi tentang kajian permasalahan Islam tersebut telah memiliki koleksi buku sekitar 400-500 buku juga termasuk buku tentang peradaban Yunani,  Persia, India dan Cina.
Lalu, di Kairo terdapat dinasti Fatimiyyah yang membangun Dar al-Ilmi, kemudian keturunan bani Umayyah di Cordova, Spanyol mendirikan perpustakaan dengan koleksi buku sebanyak 400 jilid .
Namun hal tersebut berbeda dengan perpustakaan  yang berada di perguruan tinggi saat ini.  Perpustakaan yang di bangun dengan lebih mengedepankan kenyamanan fasilitas tanpa diimbangi koleksi buku yang lengkap.  Beberapa koleksi pun hanya terpaku buku di setiap prodi pada masing-masing fakultas.  Masalah ini akan semakin memperburuk keadaan di kala jumlah mahasiswa yang begitu banyak tetapi jumlah koleksi buku masih sedikit.
Seperti pembangunan perpustakaan yang di bangun oleh salah satu perguruan tinggi yang menghabiskan biaya Rp 42,286 miliar. Perpustakaan dengan empat lantai ini memiliki desain seperti buku. Perpustakaan yang di bangun untuk memberikan pelayanan kepada mahasiswa tersebut terdiri dari lantai satu sebagai kantor, lantai dua dan tiga sebagai perpustakaan dan lantai empat sebagai pengelola perpustakaan,gudang, dan auditorium
Selain itu perpustakaan sekarang hanya dijadikan sebagai tempat membaca, menulis dan berdiskusi. Tanpa adanya riset-riset kecil dan obeservasi-observasi yang kemudian memuatnya kembali menjadi sebuah inovasi untuk kemajuan pendidikan di negara ini
Pada masa ini masalah koleksi buku bukanlah menjadi suatu masalah yang besar bagi perpustakaan di perguruan tinggi . Karena dalam hal ini pemerintah juga akan turut mendukung pembaharuan perpustakaan,  seperti kata Ainun Na’im sebagai Sekertaris Jendral Kementrian Riset dan Teknologi (Kemeristekdikti)  bahwa perlu transformasi perpustakaan  di perguruan tinggi, mengingat perpustakaan  di perguruan tinggi merupakan bagian integral dari kegiatan pendidikan dan pengabdian dari masyarakat atau disebut sebagai tri dharma perguruan tinggi.  Selain itu perpustakaan  juga berfungsi sebagai pusat sumber pembelajaran seluruh aktifitas akademik dari perguruan  tinggi
Sehingga Kemerisetdikti harus mendukung sepenuhnya upaya integrasi dan sinergi koleksi perpustakaan antar jaringan, perpustakaan  perguruan  tinggi,  perpustakaan  daerah dan perpustakaan  Nasional.  Adanya sinergi dan integrasi tersebut di nilai akan menghasilkan efisensi anggaran pengadaan koleksi perpustakaan
Implikasinya dalam anggaran dana tersebut dapat di gunakan untuk memperbaiki kualitas perpustakaan , terutama di perguruan tinggi yang tidak  hanya mengoleksi buku di setiap prodi dan fakultas masing-masing . Karena jika hal tersebut tetap di pertahankan maka akan menimbulkan pola fikir mahasiswa yang tidak dapat kritis.  Sebab mereka hanya hidup di sebuah tempurung saja tanpa mau keluar dari tempurung tetsebut.

Sains Modern dalam Pandangan Islam

LPM Dinamika IAIN Surakarta



Latifah Nur Fauzi 
(Mahasiswa Bimbingan Konseling Islam/IAIN Surakarta)

     Isu tentang sains Islam merupakan perkembangan isu tentang Islam dan Sains yang muncul sejak abad XVII terkait dengan kontak Islam dan Barat dalam keseluruhan dunia Islam. Pada saat itu, dunia Islam sedang terjangkit catching up sydrom (sindrom pengejaran ketertinggalan)
Untuk mengatasi hal tersebut upaya dari pemerintah Turki Usmani untuk memodernisasi diri setelah mengalami berbagai kekalahan perang melawan Eropa. Kegagalan menguasai Wina (1683 M) merupakan titik awal kekalahan yg di ikuti kegagalan dalam mempertahankan kawasan Eropa Timur, sehingga wilayah tersebut lepas ke tangan bangsa Eropa. Melalui perjanjian Carlowits (1699 M) Hungaria pindah kekuasaan ke Austria, Polandia dan Avoz ke Rusia. Pemerintah Turki Usmani berkesimpulan bahwa faktor penyebab rangkaian kekalahan tersebut adalah ketertinggalan teknologi militer dari bangsa Eropa. Satu-satunya jalan adalah dengan mengejar ketertinggalan yg di lakukan dengan mengirim duta untuk melihat dari dekat sejauh mana kemajuan Eropa kala itu. Sultan Ahmad III (1703-1730M ) mulai mengadakan pembaharuan di Turki dengan mengadopsi sains dan teknologi Barat. Ini di lakukan dengan mengirim orang ke Barat dan mengundang orang Barat khususnya untuk mengajar strategi dan penggunaan peralatan moderen. Dilanjutkan dengan mempelajari dan menyebarkan sains Barat melalui penerjemahan. Usaha lain juga di lakukan oleh Mohammad Ali Pasya di Mesir pasca peninggalan Napoleon yg mendirikan laboratorium di Mesir menjadi tonggak modernisasi di Mesir.
Dalam perkembangannya, adopsi sains dan teknologi berkutat dalam ilmu-ilmu alam merambah ke ilmu lain sebagai dampak dari penerjemahan buku-buku Barat dan pengiriman pelajar ke Barat. Pemikiran politik ketatanegaraan, filsafat, sastra dan lainnya juga turut mempengaruhi masyrakat Islam. Pengaruh tersebut sangat nyata di Turki, antara lain masuknya unsur hukum-hukum Barat khusunya Perancis, perubahan struktur pemerintah dengan pembatasan wewenang Syeikh hanya pada hukum Islam. Selain itu di Mesir juga marak pemikiran Barat sejak al-Tahtawi hingga Abduh. Mengejar ketertinggalan dalam bidang sains dan teknologi merupakan upaya membangun kembali kejayaan peradaban Islam. Corak modernisasi semacam ini menyiratkan bahwa sains dan teknologi tidak mepengaruhi keyakinan keagaman. Sains dan teknologi adalah alat yang netral dan dapat digunakan oleh siapa saja sekalipun berbeda agama dan budaya. Pandangan ini ditegaskan oleh banyak pemikir yg dapat di golongkan pada kelompok instrumentalis. Selain itu terdapat sekelompok ilmuwan tidak sekedar mendukung upaya aposisi dan adopsi sains Barat, karena tidak di temukan pertentangannya dengan Islam, bahkan mereka lebih jauh berupaya menunjukkan keselarasan Al-quran dengan sains modern. Berbagai temuan sains modern di tunjukkan dalam  ayat-ayat  Al-quran yg terkait sehingga dapat membuktikan bahwa temuan itu selaras dengan pernyataan Al-quran. Hal  tersebut membuktikan kebenaran Al-quran secara ilmiah. Hal tersebut dianggap sebagai salah satu kemukjizatan Al-quran, karena telah berbicara tentang kebenaran ilmiah sebelum sains modern membicarakannya. Bahkan muncul konferensi  internasional tentang kemukjizatan Al-quran dan hadis pada 18 Oktober 1997 oleh Internatonal Islamic University Islamabad dan Hay'at al-I'jaz al-'Ilmi fi al-Qur'an wa al-Sunnah di Mekkah. Semua bahasannya berkisar pada bagian-bagian tertentu dari Al-quran dan hadis melalui temuan ilmiah sebagai pembuktian kebenarannya. Keterbuktian ilmiah tersebut dapat mendongkrak rasa percaya diri umat Islam dalam ketertinggalannya dari Barat dalam bidang sains.
Sains dan Islam
   Dalam hubungannya, aspek sains secara lebih fundamental oleh para pemikir sains islam yang lebih  dikenal dengan proyek islamisasi sains, atau yang di sebutkan oleh Muzaffar Iqbal sebagai 'jaringan baru' (new nexus). Mereka tidak hanya melihat sains sekedar instrumen yang netral karena menekankan pada sisi temuan, juga tidak menekankan pada temuannya untuk  membuktikan kebenaran wahyu. Mereka melihat sains secara lebih menyeluruh bahkan menyentuh aspek-aspek fundamentalnya, tokoh-tokoh tersebut seperti Syed Muad Nauqid Al-Attas (1931), Ismail R. al-Faruqi (1921 - 1986), Zainuddin Sardar (1951).  Para pemikir ini tidak melihat sains hanya sebagai kumpulan teori atu temuan yg di terapkan dalam teknologi beserta metode khasnya. Mereka juga tidak melihat sains Barat sepenuhnya jelek sehingga harus di tolak.
 Sama seperti pemikir sains Islam lainnya, Al-Faruqi menilai sains Barat bukan sekedar instrumen yg netral. Karena persoalan dan pengalaman sejarah yg berbeda dunia Islam dan Barat cenderung memperlihatkan orientasi yg berbeda. Persoalan ketertinggalan dalam bidang sains dan pandangan terhadap kebudayaan Barat yg masih mewarisi mental abad tengah memberikan dominasi wacana agama dan sains dalam dunia Islam. Selain itu tujuan untuk kemajuan Islam tersebut disisi lain memperlihatkan perbedaan orientasi wacana di Barat
  Selain itu umat Islam juga berhadapan dengan persoalan teologis, mengingat sains datang dari budaya Barat yang selama ini di anggap sebagai kafir atau bahkan musuh. Maka berbagai wacana yg muncul dalam relasi Islam dan sains dapat di katakan sebagai proses dari bagian "apropriasi". Meminjam istilah A.I Saban, sebagai proses aktif asimilasi dan integrasi warisan suatu budaya ke dalam matriks hidup budaya umat Islam klasik ketika mengambil warisan khazanah Yunani. Inilah yg terjadi dalam dunia Islam sebagai sebuah dinamika percarian formulasi yg tepat dalam agama dan sains

Agama dan Fanatisme

LPM Dinamika IAIN Surakarta



Latipa Nur Fauzi
(Mahasiswa Bimbingan Konseling Islam)

            Sejatinya sejarah agama-agama sering diwarnai oleh realitas yang paradoksal, karena di satu sisi agama menganjurkan perdaiman, tetapi disisi lain, menyerukan peperangan dan kekerasan, dan di sisi lain mengajarkan tentang nilai-nilai kemanusiaan, namun disisi lain juga mencapakkannya memulai serangkian perang dan kekerasan. Seperti Perang Salib, Perang Agama pada abad 16 dan 17. Belum lagi konflik yang berujung pada perang dan kekerasan yang di lakukan oleh kelompok-kelompok di antara umat beragama yang sama
            Di dalam Islam sendiri sudah banyak lembaran sejarah yang di warnai dengan peperangan dan kekerasan. Di mulai pada masa Khalifah Rasyidin  pada masa kepemimpinan Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib. Mereka semua di bunuh secara tragis di kalangan umat Muslim yang seharusnya menyebarkan pesan-pesan perdamaian. Selain itu konflik internal di antara umat Muslim sendiri sering berujung pada pertumpahan darah dan kekerasan di antara sesamanya, seperti pada perang Shiffin dan Perang Jamal. Aksi kekerasan juga terjadi pada kejayaan Islam di masa Bani Abbasiyah. Negara melalui lembaga inkuisisi (mihnah) paling bertanggungjawab atas pertumpahan darah di Abbasiyah. Mihnah merupakan lembaga bentukan Negara untuk menertibkan pemikiran keagamaan yang tidak sesuai dengan penguasa. Eksisitansi Mihnah ini meruapakan bentuk Negara untuk melakukan penyeragaman pemikiran keagamaan di kalangan umat Muslim. Dengan adanya lembaga tersebut pemikiran keagamaan tidak di izinkan untuk berbeda  atau keluar dari mazhab resmi Negara. Korban dari pembentukan Mihnah ini adalah Imama Ahmad bin Hambal yang tetap pada pendiriannya yang beraliran Sunni. Munculnya konflik tersebut adalah soal doktrin kemahlukkan Al-quran. Dalam hal ini Imam Ahmad meyakini bahwa Al-quran bukanlah makhluk. Sebaliknya Negara meyakini bahwa Al-quran adalah mahluk
            Jatuhnya korban di kalangan internal umat Islam tidak hanya terjadi pada masa awal Islam, bahkan di masa modern saat ini semakin banyak terjadi konflik yang melibatkan umat Muslim di seluruh dunia. Konflik yang di dasari pada idiologi-keagamaan yang melanda dunia Islam, terutama di kawasan Timur-Tengah. Hingga kini daerah tersebut masih membara, di liputi konflik dan pertumpahan darah sesama umat Muslim. Singkat kata, tiada hari tanpa kekerasan di Timur-Tengah. Selain itu juga ada konflik internal antara golongan Sy’iah dan Sunni yang di mulai sejak awal penyebaran Islam di luar Jazirah Arab. Hingga saat ini peta peradaban Islam  bahkan terbelah kedalam kubu Sy’iah dan Sunni. Kekerasan dan peperangan menjadi penyelesaian masalah di kalangan internal umat Islam yang di reproduksi. Tak  hanya pada pada Islam, bahkan pada agama lain juga tak jauh dari kekerasan dan bahkan berujung pada perang, seperti konflik antara penganut Katolik dan Protestan di Eropa, antara Hindu dan Islam di India, antara Budha dan Islam di Myanmar
Fanatisme
            Di era digital saat ini, banyak masyrakat yang sering mendapat suguhan tentang berbagai berita, entah tentang ekonomi, politik, budaya, moral, bahkan berita tentang kekerasan, baik kekerasan seperti memeberi label bid’ah, sesat, kafir, dan penista agama kepada pihak lain, baik kekerasan fisik seperti pembakaran tempat ibadah, pemukulan, dan pembunuhan dengan mengatasnamakan agama dan Tuhan. Baik melibatkan orang-orang non-Muslim, orang Barat, dan orang-orang Islam sendiri yang berbeda aliran, pemikiran, politik, idiologi. Mereka begitu yakin saat melakukan kekerasan dengan mengatas namakan agama dan Tuhan, dan tak merasa bersalah sedikitpun. Bahkan mereka yakin dengan tindakannya mendapatkan dukungan dari Tuhan dengan surga sebagai imbalannya
            Mereka meligitimasi kekerasan itu dengan mengambil peristiwa peperangan yang di lakukan oleh Nabi Muhammad Saw dan umat Islam melawan kaum Yahudi di Madinah, dan melawan orang kafir di Makkah pada peristiwa pembebasan Makkah. Peperangan yang bersifat sosiologis dan historis itu di jadikan landasan sebagai jihad fi sabillilah dan kelak mereka akan masuk surga bagi yang mati syahid. Mereka menggunakan Al-quran dan Hadis Nabi sebagai landasannya dengan memilih ayat-ayat dan hadis tertentu yang bernada ‘keras’ seperti ayat tentang jihad,qital, naqi mungkar. Mereka meyakini melakukan tindakan kekerasan dengan mengatasnamakan agama dan Tuhan lebih di sebabkan oleh cara berfikir mereka dalam menalar Islam dan nalar keisllaman yang mengidiologi. Jika cara nalar Islam itu sendiri membantu mereka memahami Islam dengan benar, namun nalar islam yang mengidiologi membuat mereka menyakininya sebagai satu-satunya cara dalam memahami Islam yang paling benar. Nalar Islam yang mengidiologi itu pada akhirnya di sakralkan itu membuat mereka semakin yakin akan
            Seperti kasus Nasr Hmid Abu Zaid di vonis murtad hanya karena mengkritik pemikiran Imam al-Syafi’i dan fukaha negara di Mesir dengan karyanya naqd Khitab al-Dini(Nasr Hamid Abu Zaid:2000). Gerakan Islam Ahmadiyah juga di sebut sesat karena meyakini Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi selain Muhammad Saw, dan di tuduh mempunyai kitab suci selain Al-quran. Warga NU yang menjadi simbol gerakan Sunni yang biasa bertasawul kepada Nabi Muhammad Saw dan ulama saleh di tuduh melakukan bid’ah, syirik, kafir (karena Nabi Muhammad Saw tidak pernah melakukan tradisi tersebut), masyrakat Indonesia yang di tuduh sesat karena menerima Pancasila sebagai Idiologi Bangsa, dan tidak mendirikan Negara Islam.
            Dengan begitu, munculnya Islam yang santun dan toleran di kalangan masyarakat diharapkan mampu menjadi counter hadirnya sifat fanatis dalam beragama. Dikhawatirkan sifat fanatisme akan mengarah pada Islam yang ekstrem dan radikal sampai munculnya kasus terorisme.

Wajah Literasi dalam Pendidikan

LPM Dinamika IAIN Surakarta



Latipa Nur Fauzi
(Mahasiswa Jurusan Bimbingan Konseling Islam)

"Dalam sebuah Instusi di Connecticut Indonesia menepati ranking 60 dalam World's Most Literate Nations Ranked, Dari 61 negara"
Wah, peringkat yang mengerikan bukan. Kita lihat negara tetangga kita, yakni Malaysia berada di peringkat 59. Bukan hanya dalam bidang membaca. Indonesia juga rendah dalam bidang sains, dan matematika. Dimana Indonesia menepati urutan ke 2 dari bawah dengan perolehan nilai 382. Sedangkan matematika juga tak ada bedanya, dalam bidang sains dengan skor 368.
Melihat peringkat tersebut, miris bukan? Dimana masa penjajahan kolonial yang menjadi dalang, di balik rendahnya minat baca di Indonesia. Ataupun pada rezim orde baru, yang tidak mementingkan pelajaran humaniora, terutama sastra.
Namun masalah ini juga ditandai dengan munculnya revolusi digital, yang dimulai dengan munculnya internet, ponsel dan sosial media, dimana kebiasaan membaca buku teralihkan dengan kegiatan bersosial-media.
Selain itu angka buta huruf di Indonesia, juga masih tinggi. Meskipun teknologi dan informasi yang pesat seperti sekarang. Tidak dapat menyingkirkan fakta bahwa jutaan penduduk Indonesia masih terdapat yang buta huruf.
Bedasarkan pusat data dan statistik Kemendikbud tahun 2015, angka buta huruf di Indonesia mencapai 5.984.184. Ini tersebar di enam provinsi meliputi, Jawa Timur dengan jumlah 1.258.184, Jawa Barat dengan Jumlah 604.683, Jawa Tengah dengan Jumlah 943.683 orang, Papua dengan jumlah 584.441 orang, Sulawesi selatan dengan angka 375.221 orang, Nusa Tenggara Barat 315.258 orang (Tirto.id).
Data tersebut cukup memprihatinkan. Literasi tampaknya belum sepenuhnya di peluk sebagai suatu budaya yang beriringan dengan kehidupan sehari-hari. Fenomena ini juga bisa dilihat dalam lingkungan sekitar. Kebiasaan seperti membaca buku ditempat umum masih langka di jumpai
Memulai untuk menjadi pembaca tak perlu menjadi The good reader  dimana para  Sherlock Holmes, yang membaca, membuat observasi, membaca simbol dengan teliti dan menikmari tautan dan kaitan setiap simbol pada kajian. Namun kita bisa memulainya menjadi The bad reader seperti Dr. Watson, yang membaca sebuah peristiwa dari permukaan, dan menceritakan kembali apa yang terlihat kasat mata.
Kurangnya minat dalam membaca buku, membuat daya kritis untuk diskursus dan berdiskusi menurun drastis, karena teralihkan dengan tradisi sosial media dan media online yang serba lekas, terburu-buru dan tidak menghargai kemampuan bertanya dan menganalisa. Sehingga informasi seperti fake news atau berita bohong di terima dengan mudah.
Pemerintah perlu membuat formulasi yang lebih mutakhir untuk menumbuhkan literasi jangka panjang. Pembangunan negara tidak melulu berfokus kepada aspek fisiknya, melainkan beriringan dengan pembangunan wawasan serta segenap sumber daya manusia. Selayaknya para pemikir dan pendiri bangsa yang berhasil memerdekakan pikirannya terlebih dahulu.

Menggerakan Politik Mahasiswa

LPM Dinamika IAIN Surakarta



Muzaiyanah
(Mahasiswa Jurusan Hukum Keluarga Islam /IAIN Surakarta)

Lahirnya gerakan mahasiswa tidak lepas dari perpolitikan bangsa Indonesia. Dalam hal ini sejarah gerakan mahasiswa sesuai dengan konteks perkembangan zaman. Artinya gerakan ini benar-benar mengarah dan bersandar pada problem-problem serta kebutuhan masyarakat.
Tindakan politik merupakan cermin dari bagian mahasiswa Indonesia dalam memahami masyarakatnya. Agar kebutuhan rakyat dapat terpenuhi serta pencapaian nilai- nilai pada ideologi.
Kita bisa melacak gerakan mahasiswa sebagai pemuda dalam buku Yozar Anwar berjudul Pergolakan Mahasiswa Abad 20, gerakan tersebut antara lain Boedi Oetomo, Sumpah Pemuda, gerakan memperjuangkan kemerdekaan hingga Proklamasi RI serta gerakan Reformasi 1998. Sebuah bukti nyata dari seorang pemuda untuk menjadikan politik ke arah lebih baik.
Cikal bakal didirikannya Budi Utomo tahun 1908, berawal dari keinginan dr Wahidin Sudirohusodo mendirikan yayasan beasiswa (studiesfonds), ide awal gagasan ini adalah untuk memajukan pengajaran dan pendidikan para pemuda Indonesia agar dapat melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi. Keinginan dr.Wahidin tersebut disampaikan kepada mahasiswa STOVIA (Sekolah dokter pribumi) di Jakarta, sehingga didirikanlah organisasi Budi Utomo sebagai ketua Sutomo.
Sejak tahun 1945 hingga 1966, mahasiswa mampu bangkit karena melihat kondisi negara yang sedang menghadapi ke goncangan sistem politik nasional. Ditambah dengan kondisi kemiskinan yang merajalela di perkotaan maupun di pedesaan, serta rusaknya sarana dan prasarana.
Alhasil gerakan mahasiswa intra kampus, selama periode ini menjadi dependen,  ekslusif,  dan cenderung pragmatik (orientasi pada ke ilmuwan dan hal-hal yang lebih jelas lagi). Mahasiswa saat itu digiring menjadi apolitis. Mereka adalah mahasiswa dengan IPK tinggi dan menguasai keilmuannya namun tidak cukup kuat memiliki interelasi dengan akar rumput, gagap menghadapi dinamika sosial,  serta kurang mau mengambil resiko.
Gerakan mahasiswa era depolitisasi kampus dalam masa orde baru,  dimana mahasiswa dikembalikan pada habitat aslinya yakni sebagai penggagas ilmu pengetahuan. Sehingga kampus sebagai tempat berijtihadnya kader-kader intelektual. Dalam hal ini adanya organisasi mahasiswa adalah bagian dari integral guna mewujudkan visi perguruan tinggi,  yakni meningkatkan nalar kritis mahasiswa.
Dapat kita ulas gerakan mahasiswa tahun 1998 dalam novel Andromeda yang ditulis oleh Nisa'ul Kamila Chisni (2008). Pada masa Orde Baru yang represif dan tidak demokratis ini banyak terjadi demonstrasi baik yang dipelopori dari mahasiswa maupun rakyat sipil.
 Demonstrasi ini demi menggulingkan rezim orde baru yang acap kali mengintimidasi dan menindas siapapun yang menghalangi keterwujudan absolusitas kekuasaan sang pemimpin. Tak terhitung berapa banyak aktivis yang tiba-tiba menghilang. Penculikan para penghambat kekuasaan rezim orde baru kerap terjadi. Mulut-mulut kritis di bungkam, tulisan-tulisan cerdas dihanguskan, orang-orang berhati nurani disingkirkan, sejarah pun diputar balikkan demi kekuasaan mutlak seumur hidup.
Di era orde baru, kaum tionghoa memang mendapatkan perlakuan diskriminatif. Mereka diberi tanda khusus pada KTP, dipersulit mengurus paspor, SIM dan lainnya. Mereka juga tidak diperbolehkan memasuki arena politik dan didiskriminasi dalam hal militer dan pegawai negeri sipil. Bahkan perayaan Hari Raya mereka pun dilarang.
Pada 12 Mei 1998 terjadi chaos berskala nasional. Mahasiswa di hadapkan dengan beberapa aparat dan juga militer. Di pertengahan aksi terjadi sebuah kerusuhan. Barisan demonstran terpecah menjadi dua bagian dan tengahnya terisi pasukan berseragam loreng dengan berkendara motor. Tiap motor di tunggangi oleh dua tentara, satu menyetir dan lainnya dalam posisi berdiri memegang senjata bak di medan perang. Di sore yang berhujan ini suasana menjadi panas. Terdengar tembakan-tembakan yang diarahkan pada mahasiswa. Aparat kepolisian mengamuk, mereka juga mengejar mahasiswa dengan senapan teracung. Mahasiswa dibunuh, ditendang hingga berdarah-darah.
Menjadi mahasiswa selayaknya sadar akan peran dan tangung jawab. Ketika era reformasi kaum intelektual dibunuh, tidak adanya ruang membaca serta diskusi. Sekarang sudah banyak buku, ada perpustakaan. Sehingga mahasiswa sebagai agent of change, semestinya mampu menggerakan perpolitikan bangsa sebagai rasa tanggung jawab kemanusiaan. Karena rakyat tidak sekedar membutuhkan IPK,  tetapi butuh gerakan nyata.




Pemaknaan Kata "Hijrah" di Kalangan Milenial

LPM Dinamika IAIN Surakarta



Latipa Nur Fauzi 
IAIN Surakarta

Makna hijrah yang telah dibawa oleh Nabi Muhammad adalah membawa dari yang buruk menjadi lebih baik. Dari fanatisme sempit kepada dialog. Dari pelaku diskrimitatif menuju keadilan. Dari kekerasan menuju kedamaian. Dari mudah marah menuju pengendalian diri dan sabar. Hijrah adalah proyek trasformasi sosial untuk mengubah watak Makkah yang suka menindas dan anti kritik, menjadi watak yang egaliter, santun dan terbuka pada kritik
Najib Kailani dari UIN Sunan Kalijaga, menyatakan bahwa istilah hijrah muncul sejak tahun 1990-an, saat kajian komunitas di kampus-kampus yang mengadakan liqo dan halaqah. Usai kejatuhan Soeharto, pasarlah yang bermain sehingga perlu diperluas ruang pemasarannya
Namun beberapa tahun terakhir fenomena hijrah menjadi wacana yang cukup hangat untuk diperbincangkan. Fenomena hijrah berkembang pesat dikalangan milenial perkotaan. Gema hijrah terus disuarakan diberbagai media sosial, seperti facebook, twitter, insagram, youtube dan lain sebagainya. Baik oleh kalangan netizen maupun ustadz-ustadz seleb, seperti Felix Siau, Hanan Attaki dan lain sebagainya. Dengan wacana-wavana syar’i lainnya, seperti nikah muda, ta’aruf
Istilah hijrah dalam Islam didasarkan pada peristiwa hijrah-nya (pindah) Rasullulah dari Makkah menuju Madinah. Dalam hal ini, hijrah tidak hanya di maknai berpindah secara fisik dari satu keaadan, kekeadaan lain. Singkatnya hijrah menandai momentum perpindahan dari perubahan dalam diri seseorang dari keburukan menuju kebaikan. Akan tetapi, ada pemaknaan yang khas dalam konteks fenomena hijrah, yang berkembang dikalangan milenial perkotaan saat ini, yakni penekanan makna hijrah pada aspek eksistensialny, bukan pada aspek subtansialnya
Bagi kaum perempuan hijrah akan senantiasa dikaitkan dengan perubahan cara berbusana yang lebih islami. Tatacara berbusana yang islami merujuk kepada cara berpakaian seorang muslimah yang menutup aurat. Oleh karena itu wacana hijrah bagi perempuan tidak bisa dilepaskan dari seputar penggunaan jilbab yang besar, cadar, dan busana-busana muslimah seperti gamis.
Tidak jauh berbeda dengan kaum perempuan. Tata cara berbusana juga juga menjadi perhatian bagi kaum laki-laki. Biasanya pada cela yang digunakan, dalam menggunakan celana laki-laki dilarang untuk isybal (celana yang panjangnya melebihi mata kaki) karena wujud dari kesombongan (Republika.com). Selain itu kaum laki-laki juga dianjurkan untuk memanjangkan jenggot, dan mencukur kumis sebagai perwujutan dari sunah rasul.
Perubahan berikutnya yaitu penggunaan istilah-istilah kata yang diambil dari Bahasa Arab. Beberapa kata yang sering di gunakan adalah “ukhti” untuk menyebut saudara perempuan, “akhi” untuk menyebut saudara laki-laki, “ana” untuk menyebut saya atau aku, “anta/antum” untuk menyebut kamu atau kalian, “na’am/la” untuk menyatakan iya atau tidak. Akhirnya generasi milenial tidak hanya memindahkan gaya hidup yang sekarang, yang diyakini jauh lebih baik dan islami. Tetapi juga bagian dari fenomena sosial untuk memperkuat identitas sebagai generasi hitz zaman now versi syar’i.
Fakta-fakta di atas merupakan tahap yang diyakini dalam berhijrah. Tetap saja hal tersebut menunjukkan adanya bentuk narsisme atau keyakinan untuk diakui, dalam hal ini terjadi pergeseran nilai dalam menjalankan perintah keagamaan yang bernilai etis-ideologis menjadi estetis-eksistesialis
Pemaknaan kata hijrah di atas, terkadang menimbulkan  kerenggangan hubungan sosial dengan teman lama yang belum berhijrah. Hal ini dikarenakan pola berpikir hijrah yang menekankan pada aspek eksistensial. Serta cenderung membuat dikotomi antara “aku yang sudah berhijrah” dan “mereka yang belum berhijrah”. Akan lebih ekstrim lagi jika mereka yang tidak mengenakan atribut seperti kita yang telah berhijrah, dengan menyebutnya kafir.
Oleh karena itu makna hijrah, harus dikembalikan pada asalnya. Bahkan hijrah bukan hanya terbatas pada aspek eksistensinya saja. Tetapi hijrah harus mampu menembus batas-batas fisik, karena hijrah bukan hanya persoalan sudah bercadar atau tidak, hijrah bukan persoalan seberapa besar kerudungmu. Seberapa cingkrang celanamu, juga bukan seberapa panjang jenggotmu. Hijrah itu tentang bagaimana kita memperbaiki hubungan kita kepada Allah, kepada manusia dan kepada alam sekitar.

UTAMA

LPM Dinamika IAIN Surakarta Berikut Finalis 10 Besar Call For Paper Dies Natalis ke-XIX UKM LPM Dinamika IAIN Surakarta Bagi ...

POPULER